Selasa, 03 April 2012

Kesehatan Reproduksi Remaja


Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa dan dalam upaya menemukan jati diri dan kedewasaan biologis serta psikologi, maka remaja memiliki tugas perkembangan yang tidak mudah. Di Indonesia sendiri terdapat 36.600.000 (21% dari total penduduk) remaja di Indonesia dan diperkirakan jumlahnya mencapai 43.650.000 pada awal abad ke-21 (Soekidjo Notoadmojo. 2007). Pada masa remaja terjadi proses awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut masa pubertas.
Pada wanita, masa pubertas ditandai dengan dimulainya menstruasi. Sekitar 80 hingga 95 persen perempuan pada usia subur mengalami gejala-gejala pramenstruasi yang dapat mengganggu beberapa aspek dalam kehidupannya. Gejala tersebut dapat diperkirakan dan biasanya terjadi secara regular pada dua minggu periode sebelum menstruasi. Hal ini dapat hilang begitu dimulainya perdarahan, namun dapat pula berlanjut setelahnya (Wikipedia.com).
Studi epidemiologi terakhir menunjukkan bahwa 5-10 % wanita kelompok usia reproduksi dari populasi yang diteliti, mengalami gejala-gejala sementara bersifat sedang sampai berat yang berkaitan dengan siklus menstruasi. Mereka pada umumnya mencari bantuan medis. 20-40% merasa kurang sehat selama fase luteal akhir serta awal fase menstruasi dan satu hari atau lebih pada pertengahan siklus (Greenspan et al., 1998). Penelitian lainnya menyebutkan, sekitar 40% wanita berusia 14-50 tahun mengalami premenstrual syndrome (PMS) (Karyadi, 1999).
Gejala yang paling dirasakan oleh sebagian besar wanita tersebut yang berupa gejala ringan sampai berat adalah irritable (rasa cepat marah) sebanyak 17,4%, nyeri punggung atau nyeri otot 14,2% dan perasaan bengkak 13,2% (Deuster, 1999).
Dalam suatu penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and Behavioral Factors Associated with Premenstrual Syndrome yang melibatkan 874 wanita di Virginia menunjukkan 8,3% dari wanita tersebut mengalami PMS, dari penelitian tersebut terungkap bahwa wanita yang mengalami PMS  2,9 kali lebih sering memeriksakan diri dibandingkan dengan wanita tanpa PMS. Wanita yang lebih muda, wanita dari ras kulit hitam dan wanita dengan siklus menstruasi yang lebih panjang lebih sering mengalami PMS. Prevalensi PMS adalah 10,4% pada wanita kulit hitam, 7,4% pada wanita kulit putih dan 4,3% pada wanita ras lainnya, sedangkan  jika dilihat dari segi usia prevalensi PMS  pada wanita yang berusia 35-44 tahun adalah 4,5%, wanita yang berusia dibawah 35 tahun (9,4%) dan prevalensi yang paling tinggi adalah pada wanita yang berusia 25-34 tahun (10,7%). (Deuster, 1999).
Survey menunjukkan bahwa premenstrual syndrome (PMS) merupakan masalah kesehatan umum  yang paling banyak dilaporkan oleh wanita usia reproduksi, pada saat ini diperkirakan prevalensi dari gejala klinis yang berarti adalah sekitar 12,6%-31% dari wanita yang mengalami menstruasi. Studi epidemoilogi menunjukkan kurang lebih 20% dari wanita usia reproduksi mengalami gejala PMS sedang sampai berat (Freeman, 2007).
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 68 wanita usia produktif di Aceh Besar tahun 2008, didapatkan bahwa sebanyak 28 orang (41,18%) mengalami gejala Premenstrual Syndrome (PMS) yang dirasakan berada dalam kategori sedang (Linda, 2008).
Sekitar 25 % wanita yang mengalami perubahan suasana hati dan perubahan fisik mengeluhkan perasaan berkurangnya kondisi tubuh yang sehat, sehingga mengganggu hubungan pribadi (Llewellyn, 2005).
Pengetahuan dan sikap kesehatan reproduksi remaja memang dinilai masih rendah, kurangnya pengetahuan tentang biologi dasar pada remaja mencerminkan kurangnya pengetahuan tentang resiko yang berhubungan dengan tubuh mereka dan cara menghindarinya (Pinem, 2009). Pada masa remaja khususnya remaja putri akan mengalami perubahan fisik yang pesat, sebagai pertanda biologis dari kematangan seksual. Perubahan ini terjadi pada satu masa disebut masa pubertas, yang merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa reproduksi (Wiknjosastro, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Pelayanan Kesehatan Ramah Remaja (PKRR) dibawah naungan WHO tahun 2005 menyebutkan bahwa permasalahan remaja putri di Indonesia adalah seputar permasalahan mengenai gangguan menstruasi (38,45%), masalah gizi yang berhubungan dengan anemia (20,3%), gangguan belajar (19,7%), gangguan psikologis (0,7%), serta masalah kegemukan (0,5%) (Setiasih, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar