Persalinan sering kali
menyebabkan robekan jalan lahir, perlukaan jalan lahir dapat terjadi oleh
karena kesalahan waktu memimpin
persalinan. Pada waktu persalinan operatif melalui vagina seperti ekstraksi
cunam, ekstraksi vakum, embriotomi atau trauma akibat alat-alat yang dipakai.
Selain itu perlukaan jalan lahir dapat pula terjadi oleh karena memang
disengaja seperti pada tindakan episiotomi. Tindakan ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya robekan perineum yang meluas dan dalam, disertai pinggir
yang tidak rata dimana penyembuhan luka akan lambat atau terganggu
(Wiknjosastro, 1999).
Meskipun tindakan
episiotomi ini dianggap sebagai tindakan operatif yang paling banyak dilakukan,
namun tindakan episiotomi tidak menjadi penyebab langsung dari munculnya infeksi
nifas, karena tindakan episiotomi hanya menjadi faktor predisposisi, karena
luka perineum yang bengkak, merah dan mengeluarkan pus dapat disebabkan karena
faktor ketidaktahuan dalam perawatan perineum dan kecerobohan tindakan
episiotomi dapat mengakibatkan infeksi dan berakibat besar meningkatkan angka
kematian ibu (SaifuddinAB, 2002).Kebutuhan ibu pada
masa nifas adalah ambulasi dini, istirahat, nutrisi, cairan, latihan,
eliminasi, perawatan payudara dan perawatan vulva, sehingga pada masa nifas
asuhan kebidanan lebih ditujukan kepada upaya pencegahan terhadap infeksi,
karena pada akhir hari kedua nifas kuman-kuman di vagina dapat mengadakan
kontaminasi, tetapi tidak semua wanita mengalami infeksi oleh karena adanya
lapisan pertahanan leukosit dan kuman-kuman relatif tidak virulen serta
penderita mempunyai kekebalan terhadap infeksi (Sarwono, 1999).Kebersihan vulva
pada masa nifas harus dilakukan, karena pada masa nifas banyak darah dan
kotoran yang keluar dari vagina. Vagina merupakan daerah yang dekat dengan
tempat buang air kecil dan buang air besar, dan merupakan organ terbuka
sehingga memudahkan kuman yang berada di daerah tersebut menjalar ke rahim.
Infeksi dapat terjadi karena ibu nifas kurang melakukan perawatan pasca
persalinan. Ibu biasanya takut menyentuh luka yang ada di perineum sehingga
memilih tidak membersihkannya, padahal dalam keadaan luka perineum rentan
terhadap kuman dan bakteri sehingga mudah terjadi infeksi (Ali Sungkar, 2007).Berdasarkan data
yang diperoleh dari Puskesmas Brondong pada Juni sampai Agustus 2007 didapatkan
data 112 persalinan, dimana terdapat 47 atau 41,96% persalinan dengan luka
jahitan perineum. Diantara 47 persalinan dengan jahitan luka perineum terdapat
14 atau 29,78% mengalami penyembuhan luka lebih dari 7 hari yang disebabkan
kurang dalam melakukan vulva hygiene. Berkaitan dengan masalah diatas, peneliti
melakukan survei awal pada bulan September 2007 terhadap 10 orang ibu nifas,
didapatkan data 6 orang atau 60% melakukan vulva hygiene dengan benar dan 4
orang atau 40% melakukan vulva hygiene kurang benar. Data diatas menunjukkan
bahwa masih ada ibu nifas yang belum bisa melakukan vulva hygiene dengan benar.Oleh karena itu
kebersihan daerah vulva dan perineum pada masa nifas sangat penting untuk
menghindari terjadinya infeksi. Disamping itu kebersihan vulva dan perineum
akan memberikan perasaan nyaman pada ibu nifas dan akan mencegah timbulnya
iritasi. Vulva hyigiene merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka perineum, dengan cara membersihkan daerah sekitar anus baru
kemudian membersihkan diri, serta setiap kali buang air besar dan buang air
kecil mengganti pembalut setidaknya 4 kali dalam sehari dan mencuci tangan
dengan menggunakan sabun dan air bersih sebelum dan sesudah membersihkan daerah
kemaluan, kemungkinan ibu akan terhindar dari infeksi. Adapun faktor-faktor
yang mungkin mempengaruhi ibu nifas dalam melakukan vulva hygiene adalah :
pengetahuan, pengalaman, pendidikan, sikap, sosial budaya dan peran keluarga.Pengetahuan
merupakan penampilan dari hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Jika
seorang ibu belum pernah mendapat contoh baik tentang vulva hygiene, maka
kemungkinan ibu tersebut tidak akan tahu cara vulva hygiene yang benar.Pengalaman
merupakan salah satu cara mendapatkan pengetahuan yaitu dengan cara melalui
pengamatan dan pengajaran yang diperlukan untuk memperoleh ketrampilan dalam
hidup bermasyarakat (Soekidjo Notoatmodjo, 2003). Jika seorang wanita pernah
melihat atau belajar tentang vulva hygiene yang salah, maka kemungkinan akan
meniru sehingga perilaku yang ditiru tersebut juga akan salah.Dengan pendidikan
yang tinggi, kemungkinan ibu nifas makin mudah menerima informasi yang
diberikan oleh petugas tentang vulva hygiene, karena pendidikan merupakan suatu
proses penyampaian bahan atau materi kepada sasaran guna mencapai perubahan
tingkah laku atau tujuan (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).Sikap adalah
keadaan mental yang diatur melalui pangalaman yang memberikan pengaruh terarah
terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya
(Tri Rusmi, 1999). Sikap sangat dipengaruhi oleh lingkungan, jika lingkungan
mendukung, ibu akan bersikap positif, dengan melakukan vulva hygiene secara
benar dan sebaliknya jika lingkungan kurang mendukung kemungkinan ibu akan
bersikap negatif.Budaya dan sosial
kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tingkah laku dan hasil karya
manusia yang terhimpun sejak awal manusia itu berevolusi dijadikan milik
dirinya melalui proses belajar (Hadi Santoso, 1996). Pengaruh sosial budaya
yang negatif, kemungkinan akan menghambat kemampuan ibu dalam melakukan vulva
hygiene secara benar, misalnya kebiasaan memakai air asam hangat untuk cebok
dan menggunakan abu dapur dibungkus kain kemudian dipakai untuk pembalut,
sebaliknya pengaruh sosial budaya yang positif, misalnya mengganti pembalut
setiap kali buang air kecil dan buang air besar, kemungkinan akan mendorong ibu
untuk mencari informasi dan melakukan vulva hygiene secara benar.Peran keluarga
sangat mempengaruhi pengetahuan ibu tentang vulva hygiene, karena peran
keluarga akan menunjukkan kepada beberapa perilaku yang bersifat homogen yang
diharapkan secara normatif dari keluarga dalam situasi sosial tertentu (Nashrul
Effendy, 1998). Dalam hal ini peran keluarga meliputi pengetahuan, sikap dan
perilaku. Keluarga mempunyai peran penting dalam perawatan anggota keluarganya,
yaitu membimbing ibu nifas dalam perawatan vulva higiene.Oleh karena itu
diharapkan peran aktif tenaga kesehatan yaitu dalam pemberian informasi atau
health education akan pentingnya vulva hygiene, dimana bila vulva hygiene
dilakukan dengan benar maka akan terhindar dari kemungkinan terjadinya infeksi
pada alat reproduksi wanita.Dari latar belakang
yang telah diuraikan di atas, penelitian ini diawali dengan adanya permasalahan tentang masih ada sebagian ibu nifas yang
belum mampu melakukan vulva hygiene dengan benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar